CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 12 April 2015

TUGAS TEKNOLOGI INFORMASI PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DENGAN FISHFINDER DALAM SEKTOR PERIKANAN TANGKAP



TUGAS TEKNOLOGI INFORMASI
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI  DENGAN FISHFINDER DALAM SEKTOR PERIKANAN TANGKAP







Oleh :

AIDA NURUS SUROYYA
26010313130098



PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014


TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
Wilayah Republik Indonesia sebagian besar berupa laut, oleh karena itu wilayah Indonesia sering disebut sebagai benua maritim. Sebagai archipelagic state (negara kepulauan) dengan luas laut 5.8 juta km2 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Laut Indonesia terbagi dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2.7 juta km2 dan Laut Teritorial sebesar 3.1 juta km2. wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam.
Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing. Karena negara Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, mempunyai karakteristik yang unik karena di wilayah perairan tersebut sering terjadi interaksi antara masa air yang data dari samudra hindia dan samudra pasifik.
Potensi tersebut merupakan sumber daya alam asli Indonesia yang belum secara optimal dikelola secara serius dalam program pembangunan nasional. Oleh karena itu, diperlukan pengeolaan untuk dimanfaatkan seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup bangsa Indonesia. Karena sifat diatas, maka keberadaan daerah ikan di perairan Indonesia bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan, yang secara alamiah ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai. Sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseonografi perairan seperti temperatur permukaan laut, salinitas, konsentrasi klorofil laut, cuaca dan sebagainya, yang berpengaruh pada dinamika atau pergerakan air laut baik secara horizontal maupun vertical.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan ikan adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Disamping itu, sebagai akibat dari ketidakpastian lokasi penangkapan mengakibatkan kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan bakar untuk mencari lokasi fishing ground, dan ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar.
Peran IPTEK sangat sangat diperlukan disini, dimana tanpa adanya dukungan IPTEK yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Salah satu teknologi yang dapat memberikan informasi kepada nelayan lokal mengenai wilayah perairan yang surplus ikan adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing. Penginderaan jauh mempunyai potensi untuk aplikasi bagi perikanan tangkap. Beberapa parameter yang diperlukan untuk analisis daerah potensial untuk penangkapan ikan dapat diperoleh dari penginderaan jauh, diantaranya suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil permukaan.


PENERAPAN TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK PENANGKAPAN IKAN
              Inderaja dengan menggunakan satelit merupakan sarana yang sangat bermanfaat dalam mengelola sumberdaya perikanan secara bijaksana, termasuk kegunaanya untuk mendeteksi zona potensi penangkapan ikan. Untuk perikanan, bukanlah ikan yang tampak langsung, tetapi adalah fenomena alam yang memungkinkan adanya ikan di suatu tempat, karena pada tempat itu banyak terdapat makanan ikan dan mempunyai kondisi lingkungan yang sesuai ikan tertentu.
              Terdapat sejenis plankton yang mengandung klorofil (zat hijau daun). Plankton ini merupakan makanan ikan-ikan kecil yang pada gilirannya akan menjadi makanan bagi ikan yang lebih besar. Jadi dengan mendeteksi lokasi klorofil, maka secara tak langsung akan mendeteksi lokasi yang mungkin banyak ikannya. Cara mendeteksi klorofil ini, pada dasarnya adalah sangat sederhana. Sensor yang ada pada satelit diberi filter hijau (band hijau) secara digital, artinya detektor akan mendeteksi sinar hijau saja. Jadi sensor mendeteksi klorofil yang ada di laut. Tentu saja sangat perlu dilakukan beberapa sample pengukuran di laut (in-site, pengukuran di tempat), karena belum tentu sinar hijau yang dicatat oleh sensor satelit berasal dari klorofil. Lokasi tempat berkumpulnya ikan dapat ditentukan dengan kombinasi antara lokasi klorofil, suhu permukaan laut, pola arus laut, cuaca, serta karakter toleransi biologis ikan terhadap suhu air. Terdapat beda suhu di seantero muka laut. Hal ini disebabkan oleh naiknya lapisan air laut di sebelah bawah ke atas (upwelling) karena perbedaan suhu. Kenaikan lapisan air ini juga membawa zat makanan bagi kehidupan di laut. Jadi dengan mendeteksi upwelling akan dapat pula memberi petunjuk akan adanya ikan..
         Dengan demikian, penggunaan teknologi penginderaan jauh satelit (Inderaja) khususnya satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution Radiometer) dipadu dengan data oseanografi, data cuaca dan tingkah laku ikan, didukung dengan metode pengolahan dan analisis yang teruji akurasinya, merupakan satu alternatif yang sangat tepat dalam mempercepat penyediaan informasi zona potensi ikan harian untuk keperluan inventarisasi dan evaluasi potensi kelautan.
Data utama yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR adalah suhu permukaan laut yang selanjutnya disingkat dengan SPL. Pengamatan suhu permukaan laut dilakukan dengan menggunakan data NOAA-AVHRR, berkaitan dengan fenomena oseanografi khususnya monitoring fenomena upwelling / thermal front harus dilakukan dengan menggunakan data NOAA-AVHRR karena tidak memerlukan data dengan resolusi spasial yang tinggi mengingat wilayah perairan laut yang sangat luas, tetapi memerlukan resolusi temporal (repetitive time) yang cukup tinggi misalnya setiap 4 jam. Suhu permukaan laut merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan bagi keberadaan dan fenomena sumberdaya hayati laut dan dinamikanya. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan). Citra suhu permukaan laut (SPL) dari suatu perairan yang luas dapat digunakan untuk mengetahui pola distribusi SPL, arus di suatu perairan, dan interaksinya dengan perairan lain serta fenomena upwelling dan thermal front di perairan tersebut yang merupakan daerah potensi ikan.
                 Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah / berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai, sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penangkapan ikan berangkat dari pangkalan.
FISHFINDER
           Fishfinder digunakan untuk mendeteksi besarnya gerombolan ikan pada lokasi yang ditunjukkan pada peta zona potensi ikan. Dengan peralatan canggih berupa fish finder dan perlengkapan Global Positioning System (GPS) dapat memudahkan nelayan mengetahui posisi ikan. Alat tersebut dimungkinkan dapat mengurangi beban nelayan akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Fishfinder merupakan teknologi suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument). ini sangat efektif untuk
Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu.  Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan.
             Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi ini memiliki kelebihan, antara lain: informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ). Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). Teknologi ini juga dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour). Saat ini, fishfinder memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock assessment).
Dengan fishfinder ini nelayan bisa mengurangi pengeluaran nelayan terkait dengan borosnya pemakaian BBM. Hal itu mengingat nelayan tidak perlu berputar-putar tanpa arah hanya untuk melacak lokasi yang banyak ikannya, sehingga kemungkinan untuk salah arah sangat kecil. Mereka hanya akan berlayar ke tempat yang terdapat gerombolan ikan di laut sehingga dapat meningkatkan produk ikan laut yang ada. Fishfinder yang digunakan juga dapat memberikan informasi mengenai suhu, arus, kesuburan klorofil dan lainnya.
Pada zaman dulu,fish finder bukan sebuah alat untuk mencari lokasi keberadaan ikan seperti sekarang, bahkan sama sekali tidak terkait dengan bidang perikanan. Pada masa lalu peralatan ini digunakan untuk perang mencari kapal perang yang berada di dalam laut. Kegunaan alat ini memang sebagai alat pengintai objek di dalamair. Kemampuannya pun hanya sampai kedalaman beberapa puluh meter. Setelah berakhirnya era perang antarnegara adikuasa, teknologi persenjataan dan alat–alat canggih digunakan untuk keperluan komersial, termasuk fish finder ini. Teknologinya semakin hari semakin diperbarui. Penggunaan suara yang dipantulkan untuk menampilkan citra di dasar laut dikembangkan sekaligus sehingga bisa mencapai dasar samudera yang kedalamannya bisa sampai ratusan meter untuk mencari lokasi berkumpulnya ikan. Fish finder zaman sekarang sudah banyak dipakai oleh para nelayan. Saat ini peralatan itu, secara umum mampu mendeteksi benda – benda di laut sampai kedalaman 2.000 m.
Semakin canggih berarti semakin luas jarak jangkauannya dan semakin dalam jangkauan dari pemantauannya. Fish finder memanfaatkan teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instru-ment). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500m/detik, se-dangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik se-hingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air.
         Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi ini memiliki kelebihan, antara lain informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat dan secara langsung di wilayah deteksi. Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti, karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan underwater sound. Kehebatan lainnya, teknologi ini juga dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisis hampir semua yang terdapat di kolam dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan lainnya.
           Negara-negara yang maju pada sektor kelautan perikanan juga menggunakan teknologi ini untuk Melakukan eksplorasi sumber daya dengan cepat, sehingga dapat mengeksploitasi secara optimal, efisien, dan ekonomis karena biaya eksplorasi yang murah dan waktu eksplorasi yang cukup singkat. Jika fish finder pada awal pembuatannya hanya mampu menampilkan warna hitam dan putih dan printernya juga demikian, sekarang bisa memunculkan gambar secara warna, sehingga keakuratan sebuah pencarian menjadi lebih baik.
Dengan fish finder modern Anda akan bisa membedakan manakah sebuah objek hidup ataukah itu adalah sebuah sampah di laut. Fish finder memang menjadi peralatan modern bagi nelayan berduit. Dengan dana yang cukup, mereka bisa saja mencari gerombolan ikan yang berada di lautan dan menangkapnya di sana. Namun jika anda nelayan sejati, kejelian membaca alam adalah modal utama untuk mengetahui keberadaan ikan, ditambah pengetahuan arus laut serta pengalaman melaut yang memadai.
             Tanda – tanda alam seperti adanya lokasi yang dipenuhi camar laut di atasnya, bisa menjadi indikator bahwa di lokasi itu pasti terdapat ikan kecil seperti ikan teri dan tentu saja terdapat ikan besar di dekatnya. Penggunaan peralatan ini bisa membantu mendapatkan lokasi strategis menangkap ikan, namun sekali lagi pengalaman dan pengetahuan tentang arus laut juga sangat penting untuk anda ketahui sebagai syarat agar Anda bisa menentukan lokasi strategis itu. Betapa canggih pun teknologi, jika ditambah dengan pengetahuan yang cukup akan meningkatkan kemampuan nelayan dalam menangkap ikan.
DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar

Lorem Ipsum

kalo ngomen silahkan gratis kok,,,,..hehehe